
Artikel ini menganalisis perkembangan terkini dalam hubungan Inggris-UE, mengeksplorasi dampak ekonomi, tantangan politik, dan implikasi sosial yang muncul sejak implementasi penuh Brexit. Dengan memahami dinamika ini, kita dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang arah hubungan bilateral kedua pihak di masa depan dan implikasinya bagi tatanan global.
Dampak Ekonomi Hubungan Inggris-Uni Eropa pasca-Brexit
Grafik perdagangan Inggris-Uni Eropa menunjukkan fluktuasi signifikan sejak implementasi Brexit
Perjanjian Kerja Sama dan Perdagangan (Trade and Cooperation Agreement/TCA) yang ditandatangani pada Desember 2020 menjadi kerangka utama hubungan ekonomi Inggris-UE pasca-Brexit. Meski perjanjian ini mencegah penerapan tarif dan kuota pada perdagangan barang, dampak ekonomi Brexit tetap terasa signifikan bagi kedua belah pihak.
Perdagangan Barang dan Jasa
Data terbaru menunjukkan penurunan volume perdagangan antara Inggris dan UE sebesar 13,6% pada tahun pertama implementasi penuh Brexit. Ekspor Inggris ke UE mengalami kontraksi sebesar 40,7% pada kuartal pertama 2021, sementara impor menurun 28,8%. Meski terjadi pemulihan bertahap, hingga 2023 perdagangan belum kembali ke level pra-Brexit.
Periode | Ekspor Inggris ke UE | Impor Inggris dari UE | Total Perdagangan |
2019 (Pra-Brexit) | £294 miliar | £374 miliar | £668 miliar |
2021 (Tahun pertama pasca-Brexit) | £251 miliar | £321 miliar | £572 miliar |
2023 (Estimasi) | £267 miliar | £335 miliar | £602 miliar |
Investasi dan Sektor Keuangan
Sektor jasa keuangan Inggris, yang sebelumnya menikmati akses penuh ke pasar tunggal UE, kini menghadapi tantangan signifikan. London kehilangan status sebagai pusat perdagangan saham terbesar di Eropa kepada Amsterdam pada awal 2021. Meski demikian, Kota London tetap menjadi pusat keuangan global dengan adaptasi model bisnis baru.

Investasi langsung asing (FDI) ke Inggris mengalami penurunan 17% pada 2021-2022 dibandingkan periode pra-Brexit. Namun, Pemerintah Inggris telah meluncurkan inisiatif “Global Britain” untuk menarik investasi baru dari pasar non-UE, termasuk Amerika Serikat, India, dan negara-negara Teluk.
Rantai Pasokan dan Regulasi
Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Inggris dan UE kini menghadapi biaya kepatuhan tambahan akibat divergensi regulasi. Menurut laporan Konfederasi Industri Inggris (CBI), biaya kepatuhan ini mencapai rata-rata 4% dari pendapatan untuk usaha kecil dan menengah. Rantai pasokan juga mengalami gangguan akibat pemeriksaan perbatasan dan persyaratan dokumentasi baru.
“Kesepakatan terbaru menunjukkan hubungan resiprokal Inggris-UE telah kembali ‘menghangat’, meski tantangan ekonomi masih harus diatasi bersama,” ujar Ulrich Hoppe, Direktur Pelaksana Kamar Dagang dan Industri Jerman-Inggris.
Tantangan Politik dan Kedaulatan Hukum

Protokol Irlandia Utara: Titik Ketegangan Utama
Protokol Irlandia Utara menjadi salah satu isu paling kontroversial dalam hubungan Inggris-UE pasca-Brexit. Protokol ini dirancang untuk mencegah perbatasan keras antara Republik Irlandia (anggota UE) dan Irlandia Utara (bagian Inggris), namun implementasinya menimbulkan ketegangan politik dan ekonomi.
Pada Maret 2021, Komisi Eropa melayangkan pemberitahuan formal kepada Inggris terkait pelanggaran ketentuan Protokol setelah Inggris secara sepihak memperpanjang periode pemeriksaan impor makanan ke Irlandia Utara. Ketegangan ini berlanjut hingga tercapainya Perjanjian Windsor pada Februari 2023, yang menyederhanakan prosedur perdagangan untuk barang yang bergerak dari Inggris ke Irlandia Utara.

Peta menunjukkan kompleksitas perbatasan Irlandia Utara yang menjadi titik ketegangan dalam Hubungan Inggris-Uni Eropa pasca-Brexit
Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Perjanjian TCA menetapkan mekanisme penyelesaian sengketa yang melibatkan konsultasi bilateral dan panel arbitrase independen. Sejak implementasi Brexit, mekanisme ini telah diaktifkan beberapa kali, termasuk dalam sengketa perikanan dan implementasi Protokol Irlandia Utara.
Pada Juni 2022, UE mengajukan tujuh prosedur pelanggaran terhadap Inggris terkait implementasi Protokol. Ketegangan ini mencerminkan perbedaan interpretasi kedaulatan hukum antara kedua pihak, dengan Inggris menekankan otonomi regulasi sementara UE memprioritaskan integritas pasar tunggal.
Perspektif Inggris
- Kedaulatan penuh atas regulasi domestik
- Fleksibilitas dalam implementasi perjanjian
- Prioritas pada kepentingan nasional
- Penekanan pada “Global Britain”
Perspektif Uni Eropa
- Integritas pasar tunggal
- Kepatuhan terhadap perjanjian internasional
- Perlindungan kepentingan negara anggota
- Penekanan pada “level playing field”
Kerja Sama Keamanan dan Pertahanan
Meski Brexit membatasi kerja sama formal di bidang keamanan, kedua pihak mengakui pentingnya kolaborasi menghadapi ancaman bersama. Invasi Rusia ke Ukraina pada 2022 menjadi katalis bagi penguatan kerja sama keamanan Inggris-UE.

Pada pertemuan bilateral terbaru di London, kedua pihak menyepakati peningkatan kerja sama di sektor keamanan dan pertahanan. Perusahaan-perusahaan pertahanan Inggris kini memiliki prospek untuk berpartisipasi dalam program SAFE Uni Eropa, proyek pengadaan peralatan militer senilai total 150 miliar euro.
Poin Penting: Meskipun hubungan politik Inggris-UE mengalami pasang surut, kerja sama di bidang keamanan dan pertahanan terus menguat, didorong oleh kepentingan strategis bersama menghadapi ancaman global.
Proyeksi Masa Depan Hubungan Inggris-UE

Masa depan hubungan Inggris-UE akan ditentukan oleh keseimbangan antara persaingan dan kerja sama
Potensi Perluasan Kerja Sama
Meski Brexit telah memisahkan Inggris dari struktur formal UE, kedua pihak memiliki kepentingan strategis untuk memperluas kerja sama di berbagai bidang. Perubahan iklim, keamanan siber, dan penelitian ilmiah menjadi area potensial untuk kolaborasi yang lebih erat.
Inggris dan UE telah mencapai kesepakatan untuk berpartisipasi dalam program Horizon Europe senilai 95,5 miliar euro, membuka akses bagi peneliti Inggris ke jaringan riset terbesar di Eropa. Kesepakatan ini menandai langkah penting dalam normalisasi hubungan ilmiah pasca-Brexit.

Risiko Konflik Baru
Divergensi regulasi tetap menjadi risiko signifikan bagi hubungan Inggris-UE. Agenda “Brexit Opportunities” Inggris yang bertujuan merevisi regulasi yang diwarisi dari UE berpotensi menciptakan gesekan baru, terutama jika dianggap menciptakan keunggulan kompetitif yang tidak adil.
Sengketa perikanan juga tetap menjadi isu sensitif. UE memiliki akses ke perairan Inggris selama dua belas tahun ke depan, namun negosiasi kuota tahunan sering menimbulkan ketegangan. Pada 2022, Prancis dan Inggris terlibat dalam perselisihan terkait lisensi penangkapan ikan di Selat Inggris.
Perkembangan Terbaru: Pada pertemuan bilateral Mei 2023, Inggris dan UE menyepakati kerangka kerja untuk konsultasi reguler setiap enam bulan, yang diharapkan dapat mencegah eskalasi konflik dan memfasilitasi penyelesaian sengketa secara diplomatik.
Perspektif Ahli
Para ahli hubungan internasional memiliki pandangan beragam tentang masa depan hubungan Inggris-UE. Jannike Wachowiak dari lembaga think tank “UK in a Changing Europe” menekankan bahwa kedua pihak “masih harus menyelesaikan banyak ‘pekerjaan rumah'” untuk membangun hubungan yang stabil dan produktif.
“Momen bersejarah ini merefleksikan kepentingan yang berbeda di antara kedua pihak. Inggris ingin menjadikan kesepakatan sebagai solusi praktis yang menguntungkan perusahaan-perusahaan Inggris. Bagi Uni Eropa, kesepakatan juga dipandang sebagai penataan ulang geopolitik, menimbang ancaman dari Rusia, untuk ‘menggandeng’ Inggris sebagai mitra militer yang dapat diandalkan.”
Sementara itu, Paramitaningrum, dosen Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara, melihat peluang bagi Inggris untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara di luar UE, termasuk Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya, sebagai bagian dari strategi “Global Britain”.
Kesimpulan: Menuju Hubungan Pragmatis

Hubungan Inggris-Uni Eropa pasca-Brexit terus berkembang dalam kerangka yang lebih pragmatis. Meski ketegangan dan perselisihan masih muncul, kedua pihak menunjukkan komitmen untuk membangun hubungan yang konstruktif berdasarkan kepentingan bersama.
Tantangan ekonomi, politik, dan sosial yang muncul sejak Brexit membutuhkan pendekatan fleksibel dan inovatif. Perjanjian Windsor 2023 dan kesepakatan untuk berpartisipasi dalam program Horizon Europe menunjukkan bahwa, meski telah keluar dari UE, Inggris tetap menjadi mitra penting bagi Eropa.
Ke depan, hubungan Inggris-UE kemungkinan akan ditandai oleh kombinasi persaingan dan kerja sama. Divergensi regulasi akan terus menciptakan gesekan, namun kepentingan strategis bersama dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, keamanan, dan pemulihan ekonomi pasca-pandemi akan mendorong kolaborasi yang lebih erat.
Sebagaimana dinyatakan oleh Perdana Menteri Inggris dalam pertemuan bilateral terbaru, kedua pihak “dapat memahami satu sama lain dengan baik” meski memiliki kepentingan yang berbeda. Pemahaman bersama ini menjadi fondasi penting bagi hubungan Inggris-UE yang lebih stabil dan produktif di masa depan.
Pelajari Lebih Lanjut tentang Hubungan Internasional
Dapatkan analisis mendalam dan pembaruan terkini tentang hubungan Inggris-UE dan dinamika politik global lainnya melalui newsletter bulanan kami.
➡️ Baca Juga: Arab Saudi Perkuat Kampanye ‘Tidak Ada Haji Tanpa Izin’ di Musim Haji 2025
➡️ Baca Juga: Jokowi Blak-blakan Soal Usulan ke MPR soal Pemakzulan Wapres Gibran
Implikasi Sosial Brexit: Mobilitas dan Pertukaran Budaya
Pergerakan Warga dan Hak Kependudukan
Berakhirnya kebebasan bergerak antara Inggris dan UE pasca-Brexit telah mengubah secara fundamental pola migrasi dan perjalanan. Warga Inggris kehilangan hak otomatis untuk tinggal dan bekerja di negara-negara UE, begitu pula sebaliknya. Sistem imigrasi berbasis poin yang diperkenalkan Inggris memprioritaskan keterampilan dan kualifikasi di atas kewarganegaraan.
Program pertukaran pelajar menjadi isu penting dalam negosiasi Hubungan Inggris-Uni Eropa pasca-Brexit
Bagi warga UE yang sudah tinggal di Inggris sebelum Brexit, skema EU Settlement Scheme memberikan jalan untuk mempertahankan hak mereka. Hingga Juni 2023, lebih dari 5,6 juta warga UE telah mendapatkan status settled atau pre-settled di Inggris.
Program Pertukaran Pelajar dan Akademik
Keluarnya Inggris dari program Erasmus+ UE menjadi pukulan bagi mobilitas pelajar. Sebagai gantinya, Inggris meluncurkan Turing Scheme yang menawarkan kesempatan bagi pelajar Inggris untuk belajar di luar negeri. Namun, skema ini tidak mencakup pendanaan untuk pelajar internasional yang ingin belajar di Inggris.
“Pertukaran pelajar bukan berarti menyerah (pada UE), tetapi sebaliknya adalah kemajuan untuk kaum muda. Bagaimanapun, kaum muda adalah pihak yang paling terdampak oleh Brexit.”
– Maurizio Cittin, British Youth Council
Dalam perkembangan terbaru, negosiasi untuk skema mobilitas kaum muda antara Inggris dan UE menunjukkan kemajuan positif. UE telah menegaskan bahwa tidak akan ada kesepakatan komprehensif tanpa program pertukaran pelajar muda, sementara Inggris berkomitmen untuk membatasi jumlah peserta dalam program tersebut.
Dampak pada Sektor Kreatif dan Budaya
Industri kreatif Inggris, termasuk musik, film, dan seni pertunjukan, menghadapi tantangan baru pasca-Brexit. Persyaratan visa dan izin kerja tambahan membatasi tur dan pertunjukan lintas batas. Kampanye #LetTheMusicMove yang didukung lebih dari 200 musisi Inggris mendesak pemerintah untuk mengurangi hambatan birokrasi bagi seniman yang melakukan tur di UE.
Meski menghadapi tantangan, kolaborasi budaya antara Inggris dan UE tetap berlanjut melalui inisiatif seperti Creative Europe dan British Council. Beberapa negara anggota UE, seperti Spanyol dan Jerman, telah menandatangani perjanjian bilateral dengan Inggris untuk memfasilitasi pertukaran budaya.
Peluang Pasca-Brexit
Tantangan Pasca-Brexit